Puasa merupakan salah satu ibadah yang dianjurkan oleh syariat Islam, mulai dari puasa sunnah hingga puasa wajib, seperti puasa di bulan Ramadhan. Dan di bulan Ramadhan ini, umat Islam bersama-sama memacu segala potensinya bertaqarrub kepada Allah untuk mencapai derajat muttaqin (orang-orang yang bertaqwa).
Terkait dengan puasa sendiri, sangat terkait dengan kesehatan orang yang berpuasa, hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam :
صُومُوا تصحوا
“Puasalah kalian niscaya kalian akan sehat”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu As-Sunniy, dan Abu Nu’aim yang mencantumkannya didalam Ath-Thibbun Nabawi (Pengobatan Metode Nabi) dari Abu Hurairah, serta Ath-Thabaniy didalam Al-Awsath. Kebanyakan ulama mengatakan bahwa hadits ini sanadnya dloif (lemah). Hadits ini juga dicantumkan didalam kitab monumental Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali yaitu Ihya’ Ulumuddin dan ketika Imam Al-‘Iraqi mentakhrijnya, beliau mengatakan bahwa sanadnya dlaif (lemah).
Akan tetapi, bagaimana dari sisi matan hadits (isi hadits) ?. Tentu saja tidak bisa diabaikan begitu saja, sebab memang banyak hikmah dibalik puasa itu sendiri. Akal sehat kita pun menyetujui adanya hikmah ini. Namun, hadits ini memang bukanlah dalil bagi kita untuk menetapkan hokum puasa dan tidak pernah ada yang menggunakannya untuk menetapkan hokum-hukum terkait puasa itu sendiri, sebab ketetapan hokum puasa ada dalil-dalilnya sendiri. Akan tetapi dalil-dalil perintah berpuasa mendukung hadits ini.
Oleh karena itu, dari sisi matan (isi hadits) sebenarnya tidak ada yang salah dengan hadits ini. Jadi tidak perlu terlalu alergi dengan hadits-hadits yang sanadnya lemah semacam ini. Sebab, hadits seperti ini tetap bisa digunakan dan disampaikan, khususnya sebagai motivasi bagi umat Islam untuk berpuasa, apalagi untuk anak-anak yang baru belajar puasa. Oleh karena itu, ulama pun begitu bijak memperlakukan hadits dloif, bahkan ada juga yang menjadikannya sebagai dasar hokum. Imam Nawawi rahimahullah didalam Al-Adzkar menyebutkan bahwa,
“Para ulama dari kalangan Muhadditsin (para ulama dibidang hadits) dan Fuqaha’ (para ulama bidang fiqh) dan para ulama lainnya mengatakan : boleh bahkan dianjurkan beramal didalam hal fadlailul a’mal, targhib (penyemangat/memotivasi) dan tarhib (ancaman) dengan hadits-hadits dloif (lemah), selama tidak palsu (maudlu)”
Ditinjau dari segi kesehatan sendiri, puasa tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan jasad (jasmani) namun juga ruhaniyah. Zainuddin Al-Munawi didalam kitabnya Al-Taisir bisyarhi al-Jami’ al-Shaghir mengatakan,
“(Puasalah kalian niscaya kalian akan sehat) karena sesungguhnya puasa merupakan nutrisi bagi qalbu (hati) sebagaimana makanan bernutrisi bagi jisim (tubuh), dan padanya mengandung unsure kesehatan bagi badan dan ‘aqal”
Demikian juga didalam Faidlul Qadir,
“(Puasalah kalian niscaya kalian akan sehat), Al-Haraliy berkata : didalam hadits ini terhadap isyarat bahwa orang yang berpuasa akan mendapat sesuatu berupa kebaikan pada jasmaninya, kesehatan dan rizqinya tercukupi, disamping besarnya pahala dalam urusan akhirat, padanya juga mengandung unsure kesehatan bagi badan dan aqal sehingga mudah untuk merenung (tadabbur), memahami serta mengalahkan hawa nafsu hingga sampai pada derajat orang-orang beriman (mukminin) dan meningkat pada derajat orang yang muhsin (muhsiniin)”
Adapun didalam dunia kesehatan atau perspektif medis modern sendiri, telah banyak tulisan maupun penelitian yang memaparkan mengenai manfaat puasa bagian kesehatan, diantaranya adalah menjaga keseimbangan anabolisme dan katabolisme, puasa tidak akan mengakibatkan pengasaman dalam darah, puasa tidak berpengaruh pada sel darah manusia, puasa ternyata juga dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh, memperbaiki dan merestorasi fungsi dan kinerja sel, dan lain sebagainya.